Senin, 02 Mei 2011

Makalah ikhwan Al Shafa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Sejak kekhalifahan Abbasiyah dipegang oleh al-Mutawakkil (232-247 H), cara pikir Mu’tazily (cara pikir rasional dalam mencari pengetahuan dan kebenaran) dan buku-buku yang berbau Mu’tazilah serta ilmu-ilmu sekuler, prafon, mulai disingkirkan. Sementara itu keyakinan tradisional mulai mendominasi masyarakat Islam. Para filusuf dituduh sebagai penganut bid’ah. Agama jadi beku karena tokoh-tokohnya yang jumud dan fanatisme. Syariat Islam dikacaukan oleh noda ta’wil yang telah jauh dari syari’at Islam itu sendiri.

Pada masa ini muncullah sekelompok orang yang ingin menghidupkan kembali obor ilmu pengetahuan dengan mempelajari segala cabang ilmu pengetahuan, baik yang beredar di negeri Islam maupun ilmu-ilmu yang didatangkan dari India, Yunani, Persia dan Romawi, sebagai refleksi dari kejumudan dan fanatisme tersebut. Karena hilangnya kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat kala itu, maka kelompok yang akhirnya dikenal dengan nama Ikhwan al-Shafa ini menjadi gerakan bawah tanah. Mereka berkumpul, bertukar pikiran (mudzakarah) secara rahasia. Bahkan nama, juga dirahasiakan, untuk menghindarkan diri dari gangguan pihak penguasa.

Ikhwan al-Shafa menfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan. Organisasi ini juga mengajarkan tentang dasar-dasar Islam yang didasarkan oleh persaudaraan Islamiyah (ukhuwah Islamiyah), yaitu sikap yang memandang iman seseorang muslim tidak akan sempurna kecuali ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.

Dalam makalah ini akan sedikit menyibak tirai rahasia yang disimpan Ikhwan al-Shafa sebagai salah satu organisasi militan yang lebih suka merahasiakan dirinya. Melalui karya monumental, Rasail Ikhwan al-Shafa, kita mencoba mencari jejak-jejak pemikiran Ikhwan al-Shafa yang tertinggal untuk dicari hikmah dan pelajaran.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana sejarah lahirnya Ikhwan Al Shafa?

2. Bagaimana Filsafatnya Ikhwan Al Shafa?

C. Tujuan penyusunan makalah

1. Mengetahui sejarah lahirnya Ikhwan Al Shafa

2. Mengetahui Filsafatnya Ikhwan Al Shafa

3. Menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Filsafat Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar belakang Ikhwan Al-Shafa

Ikhwan Al-Shafa adalah nama sekelompok pemikir islam yang bergerak secara rahasia dari sekte syi’ah isma’iliyah yang lahir pada abad ke 4 H (10 m) di basrah. Kerahasiaan kelompok ini yang juga menamakan dirinya khulan al-wafa’, ahl al-adl, dan abna’ al-hamd boleh jadi karena tendensi politik, dan baru terungkap setelah berkuasanya dinasti buaihi di bagdad pada tahun 983 m. Ada kemungkinan kerahasiaan organisasi ini di pengaruhi oleh paham takiyah, karena basis kegiatannya berada ditengah masyarakat mayoritas sunni. Boleh jadi juga kerahasiaan ini karena mereka mendukung pemikiran mu’tazilah yang telah dihapus oleh khalifah abbasiyah al-mutawakkil, sebagai mazhab negara.

Menurut hana al-fahuri, nama ikhwan as-safa diekspresikan dari kisah merpati dalam cerita kalillah wa dumna’ yang diterjemahkan oleh ibn mugaffa’. Nama ikhwan al-Shafa diambil dari sebuah kelompok yang mengolah saint dan filsafat, bukan untuk kepentingan saint dan filsafat, tetapi untuk sebuah bentuk dari pada komunitas etnik spiritual, yang hidup ditengah–tengah masyarakat muslim yang sangat heterogen, perebutan kekuasan diantara jama’ah dalam satu komunitas, dan sekte mereka. Asas berdirinya organisasi ini sesuai dengan namanya ikhwan as-shafa’, persaudaraan yang dibangun atas persaudaraan yang tulus dan ikhlas, kesetiakawanan yang suci murni serta saling menasehati antar sesama anggota organisasi dalam menuju ridho ilahi. Oleh sebab itulah dalam risalah yang mereka kumpulkan para penulis selalu memulai nasehatnya dengan kalimat “ya ayyuhal akh’ (hai saudara!) Atau ya ayyuhal akh al-fadhil (wahai saudara yang budiman) suatu tanda kesetiakawanan antara sesama anggota.

Tujuan filsafat dalam pengajaran mereka adalah upaya menyerupai Tuhan (at-tasyabuh billah) sejauh kemampuan manusia. Untuk mencapai tujuan itu, manusia haruslah berijtihad (berupaya sunguh-sungguh) menjauhkan diri mereka: dari berkata bohong dan meyakini kaidah bathil, dari pengetahuan yang keliru dan akhlak yang rendah, serta dari berbuat jahat dan melakukan pekerjaan secara tak sempurna. Aktivitas filsafat dikatakan sebagai upaya menyerupai Tuhan karena Tuhan tidaklah mengatakan kecuali yang benar dan tidak melakukan kecuali kebaikan. Dalam penilaian mereka, syari’at (agama) telah dikotori oleh kebodohan dan kesesatan manusia dalam memahaminya, dan menurut mereka tidak ada jalan untuk membersihkannya kecuali dengan filsafat, karena filsafat mengandung hikmat dan kemaslahatan; bila ditata, filsafat yunani dengan agama islam niscaya dihasilkan kesempurnaan. Pusat organisasi juga menurunkan instruksi agar anggota-anggota yang berada didaerah mengadakan pertemuan berkala dalam jadwal tertentu guna mendiskusikan ilmu pengetahuan dan kepentingan anggota. Di dalam risalah mereka juz ke IV halaman 105 tertulis, sepantasnya bagi saudara-saudara kita, yang semoga mereka dikuatkan Allah dimana saja mereka berada, agar mengadakan majelis khusus yang tidak boleh dihadiri oleh selain anggota dalam waktu yang dijadwalkan untuk mendiskusikan ilmu pengetahuan dan membicarakan rahasia-rahasia ikhwan.

B. Karya-karyanya

Pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari dirumah zaid ibn rifa’ah (ketua) secara sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan, telah melahirkan 52 risalah, yang dimuilai dengan kajian tentang matematik, ilmu logika, ilmu fisika dan terakhir membahas tentang tasawuf. jumlah rasail tersebut adalah 50 risalah dengan satu ringkasan dan satu lagi ringkasan dari ringkasan, kemudian mereka menamakan karya tersebut dengan rasail ikhwan as-safa’/ Ar-risalah al-jami’ah, karena risalah ini mencakup secara keseluruhan risalah-risalah yang mereka telah tulis dengan memasukkan pokok-pokoknya saja tanpa merinci kandungan ilmu seperti yang terdapat pada aslinya. Tujuan utamanya ialah agar para pembaca yang telah membaca ar-risalah al-jami’ah ini, seolah-olah telah membaca keseluruhan risalah ini. rasail ini merupakan inseklopedi populer tentang ilmu dan filsafat yang ada pada waktu itu. Dilihat dari isi, rasail tersebut dapat diklasifikasikan kepada empat bidang yaitu:

a. 14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, teori dan praktek seni,moral dan logika.

b. 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, meliputi geonologi, minerologi, botani, hidup dan matinya alam, senang dan sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran.

c. 10 risalah tentang ilmu-ilmu jiwa, meliputi metafisika mazhab pytagoreanisme dan kebangkitan alam.

d. 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhaanan, mencakup kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Tuhan, keyakinan ihwanu al-safa’ kenabian, dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan Tuhan, magic, dan jimat

Teks risalah ikhwan al-Shafa’ terbit secara utuh pertamakali di Bombay pada tahun 1305-1306 H/ 1887-1889 M, sedang tahun 1928 di Cairo (diedit oleh zikrili), kemudian pada tahun 1957 diterbitkan di Beirut.

C. Filsafatnya

1. Talfiq

Ikhwan al-safa’ berusaha memadukan atau rekonsiliasi (talfiq) agama dengan filsafat dan juga antara agama-agama yang ada. Usaha ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa syari’at telah dikotori bermacam-macam kejahilan dan dilumuri berbagai kesesatan. Satu-satunya jalan membersihkannya adalah filsafat. Kemudian mereka mengklaim bahwa apabila dipertemukan antara filsafat yunani dan syari’at arab, maka akan menghasilkan kesempurnaan. Tampaknya ikhwan as-safa’ menempatkan filsafat diatas agama. Mereka mengharuskan filsafat menjadi landasan agama yang dipadukan dengan ilmu. Kesimpulan ini didukung dengan pendapat mereka dalam bidang agama. Menurut mereka ungkapan al-qu’ran yang berkonotasi inderawi dimaksudkan agar cocok dengan tingkatan nalar orang arab badui yang berkebudayaan dan bersahaja. Sedangkan yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi mereka haruskan memakai ta’wil untuk melepaskan diri dari pengertian lafzi dan indrawi. Untuk itulah ikhwan as-safa’ berusaha dengan gigih memadukan filsafat dengan agama dengan menurunkan metafisika dan ilmu pengetahuan dari puncak spekulatif murni yang tidak dapat dijangkau secara aktif dan praktis.

Sebenarnya pendapat mereka untuk mempergunakan ta’wil dalam memahami ayat-ayat mutasabihat merupakan pendapat yang sama dikalangan para filusuf. Menurut filusuf, agama adalah tempat melambangkan secara inderawi, agar mudah dipahami oleh kaum awam yang merupakan bagian terbesar umat manusia. Jika tidak demikian, tentu banyak ajaran agama yang mereka tolak karena mereka tidak memahami isinya.sebaliknya, kaum filusuf harus mengambil makna metaforis terhadap teks al-qur’an yang bernada antromorfosisme. Jika tidak, tentu banyak pula ajaran agama yang mereka tolak karena tidak masuk akal. Dengan cara seperti ini para filsuf menempatkan nabi sebagai pendusta untuk kepentingan manusia.

Disamping itu ikhwan as-safa’ juga memadukan antara agama-agama yang berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, seperti islam, keristen, majusi,yahudi dan lain-lain. Menurut mereka tujuan agama adalah sama, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, sedangkan perbedaan-perbedaan keagamaan bersumber dari faktor-faktor yang kebetulan, seperti ras, tempat tinggal, atau keadaan zaman dan dalam beberapa kasus juga faktor temperamen dan susunan personal. Karena itu agama gabungan yang mereka maksud akan menjadi pegangan dalam negara yang mereka impikan, dan hal ini merupakan tujuan utama mereka yang kedua untuk menggantikan daulah abbasiyah yang berada pada kerusakan yang harus diganti dengan negara baru. Demikian juga penduduknya yang telah menjadi jelek. Negara baru yang mereka idamkan bagaikan laki-laki yang satu dalam segala urusan dan jiwa yang satu dalam segala pengaturan, sedangkan penduduknya adalah ahl al-khair (baik) yang terdiri dari kaum ulama’, filusuf dan orang –orang pilihan. Dimana mereka semua sepakat terhadap pendapat yang satu, mazhab yang satu dan agama yang satu pula.

Usaha talfiq pemikiran-pemikiran persia, yunani, india dan semua agama, serta menetapkan nabi-nabinya, Nuh, Ibrahim, Socrates, Plato, Zoroaster, Isa, Muhammad, dan Ali, adalah keinginan ideal yang tidak pernah ada dalam realitas. Karena bagaimana mungkin menyatukan sifat manusia yang heterogen secara utuh dan penuh kesadaran, kalaupun hal ini mungkin diwujudkan,tentu menghendaki pemaksaan, dan tidak akan bertambah lama.

2. Jiwa

Tentang jiwa manusia bersumber dari jiwa universal. Dalam perkembangan jiwa manusia banyak dipengaruhi oleh materi yang mengitarinya. Agar potensi jiwa itu tidak kecewa dalam perkembangannya, maka jiwa dibantu oleh akal. Jiwa anak-anak pada mulanya seperti kertas putih yang bersih dan belum ada coretan. Lembaran putih tersebut akan tertulis dengan adanya tanggapan imajinasi (al-quwwah al-mutakayyilah), dari sini meningkat kepada daya berfikir (al-quwwah mutafakkirah) yang terdapat pada otak bagian tengah, pada tingkat ini manusia mampu membedakan antara benar dan salah, antara baik dan buruk. Setelah itu disuruhlah ke daya ingat (al-quwwah al-hafizhah) yang terdapat pada otak bagian belakang. Pada tingkat ini seseorang telah mampu menyimpulkan hal-hal yang abstrak yang diterima oleh daya berfikir. Tingkatan terakhir adalah daya berbicara (al-quwwah al-nathiqah) yaitu kemampuan pengungkapan pikiran dan ingatan itu melalui tutur kata yang bermakna kepada pendengar atau menuangkan lewat bahasa tulisan kepada pembaca.

Manusia memiliki 5 kekuatan jiwa sebagaimana ia mempunyai 5 kekuatan raga, yaitu:

a. Daya imajinasi (al quwwa al-mukhayyalat) letaknya dibagian muka.

b. Daya fikir, letaknya ditengah-tengah otak.

c. Daya simpan, letaknya dibagian belakang otak

d. Daya ingat,

e. Daya tutur

Kelima daya inilah yang melakukan aktivitasnya didalam raga manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.

3. Moral

Adapun tentang moral, ikhwan al-safa’ bersifat rasionalistis. Untuk itu suatu tindakan harus berlangsung bebas. Dalam mencapai moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada materi. Harus memupuki rasa cinta untuk bisa sampai kepada ekstase, Percaya tanpa usaha, mengetahui tanpa berbuat atau sia-sia. Kesabaran dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih sayang, keadilan, rasa syukur, mengutamakan kebijakan, gemar berkorban untuk orang lain, kesemuanya harus menjadi karakteristik pribadi. Sebaliknya, bahasa kasar, kemunafikan, penipuan, kezaliman, dan kepalsuan harus dikritis habis sehingga timbul kesucian perasaan, kecintaan yang membara sesama manusia, dan kemarahan terhadap alam, binatang liar sekalipun.

BAB III

KESIMPULAN

1. Ikhwan al-Shafa merupakan organisasi Islam rahasia yang telah berhasil menghimpun pemikiran-pemikiran mereka dalam sebuah ensiklopedi, Rasail Ikhwan al-Shafa. Melalui karya ini kita dapat memperoleh jejak-jejak ajaran mereka, baik tentang ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. Ikhwan al-Shafa telah menjadi bagian kajian filsafat pendidikan Islam, Filsafat Islam, bahkan Tafsir Al-Qur’an Esotoris.

2. Dalam pendidikan, Ikhwan al-Shafa, memiliki konsep bahwa pendidikan itu bukan sekedar upaya transfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain tetapi lebih merupakan aktivitas moral yang dengannya seseorang mendapatkan derajat kemanusiaan yang tertinggi, yang dalam istilah mereka disebut “derajat malaikat al-muqarrabin.” Aktivitas pendidikan ini bukan hanya berupa bimbingan dan pengajaran tetapi juga pengaruh, yang dapat terjadi sejak seorang anak masih dalam kandungan (embrio). Sehingga sejak inilah aktivitas pendidikan sudah dimulai.

3. Ikhwan al-Shafa mengatakan bahwa semua pengetahuan berpangkal pada cerapan indrawiah (empirisme). Mereka memandang salah terhadap kelompok yang mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat-ulang. Argumentasi mereka, bahwa segala sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh indra, tidak bisa diimajinasikan, dan segala sesuatu yang tidak bisa diimajinasikan, tidak bisa dirasiokan. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari 1)

a. kitab suci yang diturunkan, seperti Taurat, Injil, Zabur, dan al-Qur'an;

b. kitab-kitab yang disusun oleh para hukama’ dan para filosof, seperti matematika, fisika-kealaman, sastra dan filsafat;

c. alam;

d. perenungan alam semesta dan tata aturan kosmiknya.

4. Tujuan pendidikan menurut Ikhwan al-Shafa adalah untuk peningkatan harkat manusia kepada tingkatan yang tertinggi (malaikat yang suci), agar dapat meraih ridha Allah SWT.

Daftar Pustaka

1. Hasyim Syah Nasution, filsafat islam, (Jakarta: gaya media pertama 2002), cet. ke-3.

2. Adenan, Filsafat Islam Klasik, Renaisance dan Modern, (Medan: Duta Azhar 2007)

3. H. A. Mustafa, Filsafat islam, (Bandung: pustaka setia 2004), cet. ke-1

4. Ismail asy-syarafa, ensklopedi filsafat,(Jakarta: penerbit Khalifa 2005), cet. ke-1

5. http://www.labibsyauqi.blogspot.com/

6. http://faridfann.wordpress.com/2008/05/21/biografi-dan-pemikiran-ikhwan-al-shafa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar